Rabu, 16 Desember 2009

MA"RIFATULLAH

1. KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah ) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :

1. Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
2. Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah : "Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah.." QS. 30:30
3. Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?" QS. 42:21
4.Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan : "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar" QS 2:111
5. Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka" QS. 43:22

2. PENGERTIAN MA'RIFATULLAH
Ma'rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.

Menurut Ibn Al Qayyim : Ma'rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya".

Ma'rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma'riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.

3. CIRI-CIRI DALAM MA'RIFATULLAH
Seseorang dianggap ma'rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1.asma' (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af'al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :
1. Sikap shidq (benar) dalam ber -mu'amalah (bekerja) dengan Allah,
2. Ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. Pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
4. Sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
5. Berda'wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
6. Membersihkan da'wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

Figur teladan dalam ma'rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : "Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya". HR Al Bukahriy dan Muslim. Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.

Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama" QS. 35:28

Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.

Ada sebagian ulama yang mengatakan : "Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu' (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat"

4. URGENSI MA'RIFATULLAH
a. Ma'rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena ma'rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma'rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). QS.47:12

b. Ma'rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur" (HR.Muslim)

Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.

c. Dari Ma'rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.

d.Dari Ma'rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.

e. Dari Ma'rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.

5. SARANA MA'RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma'rifatullah adalah :
a. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur'an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah " Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. QS 10:101, atau QS 3: 190-191
Sabda Nabi : "Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu" HR. Abu Nu'aim

b. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma'rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.." QS. 57:25

c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
"Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma' al husna (nama-nama yang terbaik) QS. 17:110
Asma' al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
" Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu..." QS. 7:180

Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma'rifatullah). Dan ma'rifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma'rifah wa al itsbat ( mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.

MAKNA ILAH

Sahabat muslim, pada kesempatan kali ini, kita membahas makna "Ilah". Kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah”, tiada Ilah selain Allah, tidak mungkin dapat dipahami kecuali dengan memahami terlebih dahulu makna “Ilah”. Karena tanpa memahami maknanya, maka bisa jadi kalimat tauhid itu hanya sekedar menjadi ucapan rutinitas dalam sholat sehari-hari tanpa ada wujud nyatanya dalam realitas kehidupan kita. Untuk itu, marilah kita memahami apa makna di balik kata “Ilah” itu.

Kata “Ilah” berasal dari kata “Aliha” yang memiliki empat makna utama, yaitu sakana ilaihi (merasa tenang kepadanya), istijaaro bihi (berlindung kepadanya), asy syauqu ilaihi (selalu merindukannya) dan wull’a bihi (mencintainya).

Makna yang pertama adalah sakana ilaihi, artinya merasa tenang kepadanya. Manakala mendengar nama Ilah-nya disebut, ia merasa senang. Ketika sang Ilah diingat-ingat olehnya, ia merasa tenteram.

Makna yang kedua adalah istijaaro bihi, artinya berlindung kepadanya. Ketika bersama Ilah-nya, ia merasa aman. Karena sang Ilah dianggapnya memiliki kekuatan yang mampu menolongnya dari kesulitan.

Makna yang ketiga adalah asy syauqu ilaihi, artinya selalu merindukannya. Ada keinginan untuk selalu bertemu dengan Ilah-nya. Ada kegembiraan apabila bertemu dengan sang Ilah.

Makna yang keempat adalah wull’a bihi, artinya mencintainya. Ia mencintai Ilah-nya, walau bagaimanapun keadaannya. Ia selalu beranggapan bahwa sang Ilah memiliki kelayakan untuk dicintai sepenuh hati.

Sahabat muslim, dari keempat makna yang telah dijelaskan di atas, maka pengertian-pengertian makna Ilah tersebut hanyalah hak Allah semata, tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Laa Ilah, tiada Ilah, Illallah, kecuali hanya Allah semata. Artinya, tiada yang membuat tenang, kecuali hanya Allah saja. Tiada tempat berlindung, kecuali hanya Allah saja. Tiada yang selalu dirindukan, kecuali hanya Allah saja. Tiada yang dicintai, kecuali hanya Allah saja.

Karena empat perasaan itu demikian mendalam dalam hatinya, maka ia rela dengan penuh kesadaran untuk menghambakan diri kepada sang Ilah. Jadi, konsekuensi dari empat makna kata ”Aliha” adalah ’abadahu (menghamba/mengabdi padanya). Kata ’abadahu ini mengandung tiga makna, yaitu kamalul mahabbah (kecintaan yang sempurna), kamalut tadallul (menghinakan diri di hadapannya dengan sempurna), kamalul khudhu' (menundukkan diri dengan sempurna).

”Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS Al Baqarah 2:165)

Seorang muslim yang amat sangat mencintai Allah swt (kamalul mahabbah), maka semua akibat cinta siap dilaksanakannya, siap berkorban, memberi loyalti, taat dan patuh pada-Nya.

Seorang muslim yang amat sangat merendahkan diri di hadapan Allah swt (kamalut tadallul), maka menganggap dirinya sendiri tidak berharga, dan bersedia bersikap rendah serendah-rendahnya di hadapan-Nya.

Seorang muslim yang amat sangat tunduk pada Allah swt (kamalul khudhu'), maka akan selalu mendengar dan taat tanpa reserve, serta melaksanakan semua perintah-Nya.

Dengan demikian, karena Allah adalah satu-satunya Ilah, tiada sekutu bagi-Nya, Laa ilaaha Illallah, maka sudah seharusnya seorang muslim membuktikannya dengan totalitas penghambaan kepada-Nya, mengabdi pada-Nya dengan segenap kemampuan yang dimiliki.

Sahabat muslim, insya Allah akan kita sambung ke bagian ke-2.

Ahammiyatu Syhadatain


Firman Allah SWT : "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. 2 : 143) "Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu" (QS. 4 : 41)
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Pintu masuk ke dalam Islam
* 2 Intisari ajaran Islam
* 3 Konsep dasar reformasi total
* 4 Hakikat da'wah para Rasul
* 5 Keutamaan yang besar

[sunting] Pintu masuk ke dalam Islam

Firman Allah SWT : "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS. 7:172) "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal" (QS. 47:19)

Syahadat dapat diibaratkan pintu gerbang bagi para pemeluk Islam. Dengan syahadat seseorang telah dinyatakan sebagai pemeluk Islam. Dan yang membedakan seorang muslim dengan non muslim adalah syahadat. Karena itu, memahami syahadat sangatlah penting bagi seorang muslim, karena ia adalah Pintu Masuk ke dalam Islam.
[sunting] Intisari ajaran Islam

Firman Allah SWT : "Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (QS. 21:25) "Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. 45:18)

Syahadat adalah intisari ajaran Islam. Semua Rasul yang diutus Allah tidaklah menyampaikan sesuatu kecuali membawa Syahadat. Sebagaimana firman Allah diatas.
[sunting] Konsep dasar reformasi total

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." (QS. 6:122) "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. 13:11)

Syahadat merupakan konsep dasar reformasi total. Syahadat telah mampu merubah seorang budak yang hina seperti Bilal bin Rabbah ra. menjadi seorang yang mulia di mata Allah dan Rasul-Nya. Syahadat juga mampu merubah seorang yang keras wataknya seperti Umar bin Khattab ra. menjadi seorang yang lembut dan penyayang. Syahadat bahkan mampu mengubah peradaban Jahiliyah yang diliputi kebodohan karena penyembahan terhadap patung dan berhala yang dibuat oleh tangan mereka sendiri. Suatu peradaban yang membuat dunia diliputi oleh kegelapan yang berkepanjangan.
[sunting] Hakikat da'wah para Rasul

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 3:31) "Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah." Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)." (QS. 6:19) "Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS. 16:36)

Dari ayat-ayat diatas tampaklah jelas bahwa dua kalimat syahadat adalah inti dari ajaran para Rasul. Setiap Rasul diserukan untuk menyembah Allah semata. Tiada tuhan selain Allah dan hanya kepada Allahlah kita menyembah dan mengabdikan diri
[sunting] Keutamaan yang besar

Sabda Rasulullah saw : "Barangsiapa yang mengatakan Tiada Illah selain Allah akan masuk Surga"

Maksud hadist tersebut bukan sekedar mengucapkan di lisan semata, namun benar-benar dicamkan dalam hati dan dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan. Memahami syahadat, akan membawa pelakunya pada keutaman yang besar yaitu Surga. Bila kita paham benar apakah Syahadat itu, dan kita berpegang teguh untuk menjalankannya serta menjadikannya pedoman dalam mengarungi kehidupan maka Surga akan menjadi milik kita di akhirat kelak.

Selasa, 15 Desember 2009

MAKNA SYAHADAT


LAA ILAAHA ILLALLAH adalah sebuah kata yang sedemikian akrab dengan kita. Sejak kecil (kalau kita hidup di tengah keluarga muslim), kita akan begitu familiar dengan ucapan tersebut. Mungkin karena terlalu biasa mengucapkan kita sering tak peduli dengan makna yang hakiki dari kalimat tersebut. Malahan boleh jadi kita belum paham dengan maknanya. Sehingga bisa saja perilaku kita terkadang bertentangan dengan kandungan dari laa ilaaha illallah itu sendiri tanpa kita sadari.
Hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kehidupan keagamaan kita. Kalimat tersebut secara pasti menentukan bahagia dan celakanya kehidupan seseorang di dunia dan akhirat. Terus apakah terlambat bagi kita untuk tahu tentang makna syahadat tersebut di usia kita sekarang ini.? Jawabnya tidak ada kata terlambat sebelum nyawa sampai di tenggorokan kita, mari kita mulai dari sekarang untuk memahaminya. Untuk itu marilah kita mencoba mengangkat masalah makna syahadat ini untuk kemudian dipahami, agar melempangkan jalan kita meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Kalau kita tinjau sebenarnya kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Allah semata. Berkaitan dengan mengilmui kalimat ini Allah ta’ala berfirman:

“Maka ketahuilah(ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah“
(QS Muhammad : 19)

Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun islam yang lain. Disamping itu nabi kita pun menyatakan

“Barang siapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga” ( HR Ahmad)

Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah mereka yang memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya, karena di dalamnya terkandung tauhid yang Allah menciptakan alam karenanya. Rasul mengajak paman beliau Abu Thalib, Ketika maut datang kepada Abu Thalib dengan ajakan “wahai pamanku ucapkanlah LAA ILAAHA ILLALLAH sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai hujah di hadapan Allah” namun Abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal dalam keadaan musyrik.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tinggal selama 13 tahun di makkah menggajak orang-orang dengan perkataan beliau “Katakan LAA ILAAHA ILLALLAH” maka orang kafir pun menjawab “Beribadah kepada sesembahan yang satu, kami tidak pernah mendengar hal yang demikian dari orang tua kami”. Orang qurays di Zaman nabi sangat paham makna kalimat tersebut, dan barangsiapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.

LAA ILAAHA ILLALLAH adalah asas dari Tauhid dan Islam dengannya terealisasikan segala bentuk ibadah kepada Allah dengan ketundukan kepada Allah, berdoa kepadanya semata dan berhukum dengan syariat Allah.

Seorang ulama besar Ibnu Rajabb mengatakan: Al ilaah adalah yang ditaati dan tidak dimaksiati, diagungkan dan dibesarkan dicinta, dicintai, ditakuti, dan dimintai pertolongan harapan. Itu semua tak boleh dipalingkan sedikit pun kepada selain Allah. Kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama tidak membatalkannya dengan aktifitas kesyirikan.

Inilah sekilas tentang makna LAA ILAAHA ILLALLAH yang pada intinya adalah pengakuan bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah ta’ala semata.

Perlu untuk diketahui, bahwa telah banyak penafsiran yang bathil yang beredar ditengah masyarakat muslim Indonesia secara khususnya mengenai makna LAA ILAAHA ILLALLAH, dan semoga kita terhindar dari kebathilan ini, yakni:

Laa ilaaha illallah artinya:
“Tidak ada sesembahan kecuali Allah.” Ini adalah batil, karena maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah.

Laa ilaaha illallah artinya:
“Tidak ada pencipta selain Allah.” Ini adalah sebagian dari arti kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup.

Laa ilaaha illallah artinya:
“Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah.” Ini juga sebagian dari makna kalimat laa ilaaha illallah. Tapi bukan ini yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup.

Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami menghimbau dan memperingati di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq (ulama peneliti) Laa ilaaha illallah ma’buuda bihaqqin illallah (tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) seperti tersebut di atas.

(Dikutip dengan berbagai penyesuaian dari: Kitab Tauhid, Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)

Entry Filed under: Akhirat, Articles, Artikel Islam, Artikel Muslim, Hakikat, Haroki, Hati, Hizbut Tahrer, Imam, Islam, Mabit, Madah Tarbiyah, Mukmin, Muslim, Tafsiah Wa Tarbiyah, Tarbiyah, Tarbiyah Islam, Tarbiyah Muslim, Tarbiyah Umat, Taujih, Tsaqofah, Ukhuwah. .

Jumat, 13 Maret 2009

MELIHAT NERAKA DI DEPAN MATA

Muqaddimah
Neraka adalah tempat yang disediakan Allah SWT bagi orang-orang kafir yakni orang-orang yang membangkang terhadap syariat Allah dan mengingkari Rasulullah SAW. Neraka merupakan wujud siksa Allah kepada musuh-musuh-Nya dan penjara bagi mereka yang berbuat dosa. Tempat ini adalah suatu kehinaan dan kerugian yang tiada taranya.

“Ya Rabb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh Engkau hinakan dia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (3:192)

“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir.” (3:131)

Penjaga Neraka
Sosok yang berdiri tegak menjaga api neraka adalah malaikat. Perawakannya besar, ekspresi wajah dan suaranya amat garang. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tidak pernah durhaka kepada Rabbnya yang menciptakan dirinya. Mereka senantiasa patuh terhadap semua perintah Rabbnya, seperti digambarkan dalam ayat Qur’an berikut ini

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(66:6)

Jumlah malaikat penjaga neraka ada sembilan belas, seperrti firman Allah SWT,
“Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu ? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, (neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia, di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (74:26-30)

“Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat, dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu kecuali sebagai ujian bagi orang-orang kafir.” (72: 31)

Api Neraka
“Api kamu ini hanyalah satu bagian dari tujuhpuluh bagian api di neraka jahannam.” Para sahabat mengatakan,”Yang ini pun sudah cukup berat panasnya,”Berkata Nabi,”Bahkan api neraka itu melebihi sebanyak enampuluh sembilan kali lipat panasnya api dunia.”
“Api neraka jahannam telah dinyalakan seribu tahun hingga menjadi merah. Kemudian dibakar lagi selama seribu tahun hingga menjadi putih. Kemudian dibakar lagi selama seribu tahun hingga menjadi legam, seperti malam yang gelap gulita.” (HR Tirmidzi).

Pintu Neraka
“ Dan sesungguhnya jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al-Hijr:43-44)

“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang (pintunya) ditutup rapat.” (Al-Balad:19-20)

“Orang-orang kafir dihalau ke neraka jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah para penjaganya kepada mereka,

“Apakah belum pernah datang kepada kalian Rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Rabbmu dan memperingatkanmu akan pertemuan hari ini ?”Mereka menjawab,

“Benar telah datang.” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang kafir. Dikatakan (kepada mereka), “Masukilah pintu-pintu neraka jahanam itu, sedang kamu kekal di dalamnya.”Maka neraka jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (Az-Zumar:71-72)

Neraka itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu darinya adalah bagian yang sudah ditentukan.” (15:44)

Dan neraka terdiri atas tujuh lapisan, yang satu berada di bawah yang lain:
1.Jahannam, konon ia disediakan bagi para ahli tauhid yang berdosa
2.Saqar
3.Ladza
4.Huthamah
5.Sa’ir
6.Jahiim
7.Hawiyah, inilah yang terbawah, tidak berdasar dan tidak berujung

Penghuni Neraka
Orang-orang yang langgeng di dalam neraka adalah golongan kafir dan munafik. Hal tersebut ada dalam firman Allah SWT,

“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (2:39)

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami serta menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (7:36)

“Tidakkah mereka, orang-orang munafik itu mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, mereka kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar.” (9:63)

“Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang zhalim (musyrik) itu,”Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal, kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (Yunus:52)

“Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihlah otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam periuk. Dia mengira tiada seorangpun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dialah orang yang mendapat siksaan paling ringan.” (HR Bukhari-Muslim)

“Ada di antara mereka yang dimakan api sampai ke mata kaki, ada yang dimakan sampai pinggangnya dan ada pula yang dimakan sampai ke tenggorokannya.”

“Wahai manusia sekalian, menangislah ! Jika tidak dapat menangis, maka paksakan dirimu untuk menangis ! Karena sesungguhnya ahli neraka itu akan terus menangis hingga air matanya mengalir di pipi masing-masing, seperti air yang mengalir di sungai. Sampai air mata itu habis dan matanya pun pecah-pecah. Seandainya ada perahu yang diletakkan di situ, niscaya berlayarlah ia.” (HR Ibnu Majah)

Klasifikasi penghuni neraka pertama-tama adalah kaum yang kafir dan musyrik (40:10;). Berikutnya yang tidak menjalankan syariat Allah dan mengingkari hari kiamat (Al-Muddatsir:42-47), Pengikut pemimpin yang sesat dan kafir (41:25-28 dan Al-Ahzab:64-67), dan kaum munafik (9:68; 4:145; 7:36)
Nama-nama yang diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai penghuni Neraka:
1.Fir’aun (Hud:98)
2.Istri Nabi Luth dan istri Nabi Nuh (66:10)
3.Abu Lahab (Al-Lahab:1-5)
4.Jin yang kufur (56:56)

Dosa-dosa yang menyebabkan seseorang terancam masuk neraka:
1.Orang-orang yang tidak mau hijrah (4:97-98)
2.Orang-orang yang menyimpang dari hukum Allah (16:90, 4:58)
3.Mendustakan Rasul Allah (Janganlah kalian mendustaiku, barangsiapa yang mendustaiku maka akan masuk neraka.”)(HR Bukhari-Muslim)
4.Takabbur (“Takabbur itu pakaianKu, dan Kebesaran itu sarung-Ku. Barangsiapa melepaskannya dari-Ku, maka Aku masukkan Dia ke dalam neraka.”) (Hadits Qudsy)
5.Memelihara Riba (2:275)
6.Memakan harta yang bathil (4:29-30)
7.Orang-orang yang menggambar (“Siksa yang sangat menurut Allah adalah bagi orang yang menggambar hal-hal yang diharamkan Allah untuk digambar”)(HR Ibnu Mas’ud)
8.Bersahabat dengan orang zhalim (Hud:113)
9.Wanita yang telanjang dan suka memukul orang lain
10.Orang yang suka menyiksa binatang
11.Tidak ikhlas dalam mencari ilmu
12.Memakai wadah minum dari emas dan perak
13.Menebang pohon tempat berteduh
14.Bunuh diri

Makanan , minuman dan pakaian penghuni neraka
Makanan para penghuni neraka hanyalah zaqqum. Minumnya air panas, berasal dari keringat dan daging-daging yang mendidih. Ada pula air dingin tapi berbau busuk dan menjijikkan.

“Diberi minum dengan air yang berasal dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain pohon yang berduri yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (Al-Ghasysyiah:5-7)

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu makanan orang yang banyak berdosa. Ia seperti kotoran minyak yang mendidih di dalam perut. Seperti mendidihnya air yang sangat panas.” (Ad-Dukhan:43-46)

“Dan diberi minuman dengan air mendidih sehingga memotong ususnya.” (47:15)
“Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (69:36).

“Ditimpakan atas penghuni neraka kelaparan, seberat azab yang sedang mereka alami. Lalu mereka minta agar diberi makanan, maka mereka pun diberi makanan dari duri-duri kayu yang tiada berguna dan tidak sedikit pun dapat melepaskan mereka dari kelaparan itu. Mereka meminta lagi, maka diberi pula makanan yang mencekik. Lalu mereka teringat bahwa mereka dahulu meneguk minuman untuk melancarkan kerongkongan di dunia, mereka pun meminta minuman itu.

Maka mereka diberi minuman neraka yang mendidih dengan pengait-pengait besi. Apabila didekatkan ke muka-muka mereka, maka hanguslah muka itu, dan apabila masuk ke dalam perut-perut mereka, maka terkoyaklah perut mereka. Kemudian mereka memanggil-manggil para penjaga neraka jahannam, dan mereka pun ditanya oleh penjaga-penjaganya,”Apakah tidak pernah datang Rasul-Rasul yang membawa keterangan kepada kamu?” Mereka menjawab,” Tentu saja ada!” Penjaga-penjaganya berkata pula,”Kini berdoalah! Dan tiadalah doa orang-orang kafir itu melainkan sia-sia belaka!”

Rasul SAW menyambung lagi,”Lalu merekapun berkata,”Wahai Malik (penjaga Neraka)”Dapatkah kiranya Rabbmu mematikan/ memusnahkan saja kami!” Malik menjawab,” Tidak mungkin. Bahkan kamu akan kekal tinggal di sini.” (HR Tirmidzi)

“Makar akan dibuatkan untuk orang-orang kafir itu pakaian-pakaian dari api neraka.” (22:19)

“Pakaian mereka adalah pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka .” (14:50)

Gambaran Siksa Neraka

1. Kulit menjadi hangus
Sesungguhnya api neraka itu sangat panas. Membakar kulit para penghuninya hingga hangus. Padahal kulit adalah tempat merasakan sakit karena simpul-simpul syaraf letaknya tepat di bawah permukaan kulit.

“Setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.” (4:56)

2. Hancur
Apabila air panas dituangkan ke kepala, apakah yang terjadi ?

“Disiram air mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada di dalam perut mereka dan juga kulit mereka.” (22:19-20)

3. Diseret mukanya
“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak.”(17:97).

“Dan barangsiapa yang membawa kejahatan, maka disungkurkanlah wajah mereka ke neraka.” (An-naml:90)

Penutup
Mudah-mudahan kita semua dibebaskan oleh Allah SWT dari adzab neraka. Amin ya mujibassailin.

Rabu, 25 Februari 2009

Kafir mengkafir dan Politik

Sejak dahulu lagi isu kafir mengkafir atau قضية التكفير selalu dijadikan suatu topik politik untuk menghentam atau menyalahkan saf kebangkitan umat Islam. Banyak kumpulan Islami yang teraniaya kerananya. Samada fitnah dari golongan musuh yang sengaja menimbulkan kebencian umum terhadap saf dakwah atau fitnah itu datang dari kegelojohan segelintir yang berada dalam saf dakwah yang menghidupkan isu ini tanpa bimbingan ilmu.

Sebenarnya persoalan kafir mengkafir atau takfir adalah persoalan `aqidah yang cuba diheret ke gelanggang politik oleh golongan yang berkepentingan. Sebahagian pihak cuba menjadikannya sebagai umpan politik bagi menarik perhatian ramai agar bangkit menentang para pencinta syariat Allah. Sementara dalam masa yang sama terdapatnya di kalangan saf dakwah mereka yang tergesa-gesa dan mempermudah-mudahkan dalam mengkafirkan orang lain sehingga melanggari batasan ilmu dan akhirnya menjadi senjata musuh yang menikam para pendakwah.

Batas-Batas Iman
Adalah perlu dijelaskan bahawa di sana adanya batasan-batasan antara iman dan kufur yang sesiapa melanggar akan mengeluarkannya dari daerah iman kepada daerah kufur. Persoalan ini adalah besar di dalam `aqidah untuk difahami agar seseorang muslim mengetahui bagaimana cara dia dapat mengelakkan diri dari menjadi kafir. Oleh kerana itu, As-Syeikh `Abd al-`Aziz `Abdillah Bin Baz r.h. dalam risalahnya kepada jamaah haji (Dalil al-Haaj wa al-Mu’tamirدليل الحاج والمعتمر/) , menyenaraikan perkara-perkara yang disebut sebagai نواقض الإسلام (Perkara-perkara yang membatalkan Islam). Tujuannya agar umat Islam yang menunaikan ibadat terutamanya haji tidak melakukan perkara-perkara berkenaan yang menyebabkan terbatalnya keislamannya dan akhirnya apa sahaja ibadat yang dilakukannya tidak memberi manfaat di akhirat.

Antara sepuluh perkara yang disebut oleh as-Syeikh Ibn Baz yang ke-empatnya ialah: “Sesiapa yang beriktikad bahawa petunjuk selain dari Nabi s.a.w. lebih sempurna dari petunjuk baginda atau hukum selain dari hukum Nabi lebih baik dari hukuman baginda seperti golongan yang mengutamakan hukum taghut melebihi hukum Nabi, maka di adalah kafir, termasuk dalam perkara ini:
1. Beriktikad bahawa peraturan atau undang-undang yang dibuat oleh manusia lebih baik dari syariat Islam.
2. Atau beriktikad bahawa peraturan Islam tidak sesuai untuk dilaksanakan di kurun ke-20.
3. Atau beriktikad bahawa Islam adalah penyebab kepada kemunduran muslimin.
4. Atau beriktikad bahawa Islam itu hanya terbatas antara hubungan seseorang dengan tuhannya sahaja tanpa ada kaitan dalam urusan kehidupan yang lain.
5. Menyatakan bahawa melaksanakan hukum Allah mengenai memotong tangan pencuri atau merejam penzina yang muhsan tidak sesuatu dengan zaman ini.
6. Beriktikad harusnya berhukum dengan selain dari apa yang diturunkan Allah dalam mu`amalat syarak atau hudud atau selain keduanya, sekalipun tidak beriktikad ianya lebih baik dari hukum syari`at. Ini kerana dia telah mengharuskan apa yang diharam oleh Allah secara `ijma’. Sesiapa yang mengharuskan apa yang diharamkan Allah dalam perkara yang diketahui secara umum dalam agama seperti zina, arak, riba dan berhukum dengan selain syariat Allah maka dia kafir dengan ijma’ muslimin.” (rujukan: m.s.10-11, ctk. Riasah al-`Am li Idarat al-Buhuth al-Ilmiyyah, Saudi)

Ternyata persoalan peringatan terhadap meninggalkan syariat Allah bukanlah isu politik murahan tetapi adalah isu yang mesti diberi perhatian oleh setiap individu muslim di kurun ini. Ibn Baz r.h. adalah seorang yang semasa hayatnya terbebas dari politik kepartian. Beliau adalah mufti yang `alim dan disegani. Beliau mengeluarkan kenyataan ini, bebas dari cengkaman kefahaman kepartian man-mana pihak, sebaliknya hanya menjelaskan apa yang dinyatakan oleh ajaran Islam ini.

Berdasarkan ini maka persoalan takfir ini mestilah dibincang secara rasional dan bebas dari pengaruh semasa. Ianya adalah persoalan ilmu dan aqidah yang ada disiplin-disiplinnya yang digariskan dalam manhajnya.

Menjunjung Syari`at Allah
Sejak zaman penurunan wahyu lagi, masyarakat Islam dan umat keseluruhannya dididik oleh Al-Quran agar senantiasa menganggap hanya Allah dan Rasul sahaja sumber rujukan di dalam hukum-hakam kehidupan. Sesiapa sahaja yang membaca Al-Quran akan mendapati bahawa Al-Quran begitu tegas dalam memastikan keimanan dan keyakinan individu mukmin terhadap inti kandungan perlembagaan Al-Quran dan As-Sunnah. Iman yang difahami oleh mereka ialah kepercayaan yang mutlak terhadap segala titah perintah Allah dan RasulNya s.a.w. Ayat-ayat yang turun ketika itu mendidik mereka juga kita agar jangan sama sekali berpaling daripada wahyu dan sabdaan Nabi s.a.w.

Antaranya cuba lihat firman Allah di dalam Surah an-Nisa' ayat 60-61:
Maksudnya:
                                              
"Tidakkah kamu perhatikan mereka yang mengakui beriman dengan apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum daripadamu. Mereka ingin berhakimkan taghut sedangkan meraka disuruh agar mengingkari taghut dan syaitan bermaksud untuk menyesatkan meraka dengan kesesatan yang jauh. (60) Apabila dikatakan kepada mereka marilah (tunduk) kepada hukum yang diturunkan Allah dan kepada hukum Rasul, kamu akan melihat golongan munafiq menghalang (manusia) dengan sekuat-kuatnya (dari mendekati kamu). (61)

Kata al-Hafizd Ibn Kathir dalam mengulas ayat ini: "Inilah bantahan daripada Allah Azza wa Jalla terhadap sesiapa yang mengaku beriman dengan apa yang Allah turunkan kepada RasunNya dan para ambiya' yang terdahulu sedangkan pada masa yang sama dia mahu berhakimkan selain dari kitab Allah dan sunnah RasuiNya dalam penyelesaian perbalahan. Ini seperti yang disebut bahawa sebab nuzl ayat ini ialah pada seorang lelaki Ansar dan seorang Yahudi yang berbalahan. Yahudi itu menyatakan "Penyelesaian antara aku dan kamu ialah Muhammad". Sedang lelaki Ansar ini menyatakan "Penyelesai antara aku dan kamu ialah Ka`ab bin al-Asyraf. Dikatakan juga ayat ini diturunkan ke atas golongan munafiqin yang memperlihatkan Islam mereka sedangkan mereka ingin berhukumkan hukuman jahiliyyah. Dikatakan juga sebab nuzulnya adalah selain yang disebutkan. Sebenarnya, ayat ini lebih umum dari semua itu. Ianya adalah cercaan terhadap sesiapa sahaja yang berpaling dari al-Kitab dan as-Sunnah lalu berhukum dengan dari keduanya yang merupakan (hukum) yang batil yang dimaksudkan dengan taghut di sini. (rujukan: Tafsir al-Quran al-`Azim, jilid 1, m.s. 531, certakan Dar al-Fikr, Beirut)

Sesiapa sahaja yang berpaling dari syariat dengan memilih peraturan dan perundangan selain daripadanya bererti berhukum kepada taghut. Samada taghut dari timur atau barat. Samada berkulit gelap atau cerah, berketurunan arab, melayu atau selainnya..taghut tetap taghut. Kata as-Syeikh Muhmmad bin `Abd al-Wahhab: "Taghut itu banyak, tetapi kepala utamanya lima iaitu; Iblis yang dilaknati Allah, sesiapa yang disembah dan dia pula redha, sesiapa yang mengajak manusia kepada menyembah dirinya, sesiapa yang yang mendakwa dia mengetahui perkara ghaib dan sesiapa yang tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah" (rujukan: Hasyiah Al-Usul ath-Thalathah, m.s. 95, ctk. Idarah al-Buhuth, Saudi.)

Berdalilkan ayat-ayat dan nas-nas hadith yang banyak maka para `ulama `aqidah termasuk Ibn Abi al-`Izz menyebut dalam Syarh al-`Aqidah at-Tahawiyyah (شرح العقيدة الطحاوية):
( فإنه إن اعتقد أن الحكم بما أنزل الله غير واجب وأنه مخير فيه ، أو استهان به مع تيقنه أنه حكم الله فهذا كفر اكبر و إن اعتقد وجوب الحكم بما أنزل الله وعلمه في هذه الواقعة وعدل عنه مع اعترافه بأنه مستحق للعقوبة فهذا عاصٍ ويسمى كافرا كفرا مجازيا أو كفرا أصغر ,ان جهل حكم الله فيها مع بذل جهده واستفراغ وسعه في مغرفة الحكم وأخطأه فهذا مخطىء، له أجر على اجتهاده وخطؤه مغفور )
Maksudnya: "Sekiranya seseorang pemerintah beriktikad bahawa berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu tidak wajib dan dia diberikan pilihan mengenai (samada ingin berhukum dengan syariat Allah atau tidak) atau dia merendahkan-rendahkannya sedangkan dia yakin bahawa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kufur yang terbesar. Sekiranya dia beriktikad wajibnya berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan dia mengetahui perkara tersebut tetapi dia berpaling daripadanya (hukum Allah) sedangkan dia mengakui perbuatannya itu layak menerima hukuman, maka ini (pemerintah tersebut) adalah `asi (ahli maksiat)" dinamakan kafir kufur majazi كفر مجازي(kiasan) atau kufr asghar كفر أصغر(kufur kecil yang tidak terkeluar dari agama). Sekiranya dia jahil mengenai hukum Allah dalam perkara tersebut sedangkan dia telah berusaha bersungguh-sungguh serta mencurah segala kemampuan dalam mengenali hukum (agar menepati hukum Allah) namun dia tetap tersilap maka ini adalah orang yang tersilap. Baginya pahala kesungguhan dan kesilapannya diampunkan."(rujukan: Syarh al-`Aqidah at-Tahawiyyah, m.s. 324, ctk. Al-Maktab al-Islami, Beirut.)

Membedakan Tiga Golongan

Ternyata Al-Imam Ibn Abi al-`Izz telah memberikan amaran terhadap golongan yang meninggalkan hukum Allah juga dalam masa yang sama mengingat umat Islam bahawa bukan semua mereka yang meninggalkan hukum-hakam Allah menjadi kafir. Daripada teks yang disebutkan di atas, Ibn Abi al-`Izz membahagikan golongan yang meninggalkan perlaksaaan hukum-hukam Allah kepada tiga golongan iaitu:

Pertama: Kufr Akhbar.

Sesiapa yang beriktikad berhukum dangan apa yang diturunkan Allah tidak wajib, ataupun beriktikad bahawa dia mempunyai pilihan samada hendak berhukum dengan hukum Allah atau memilih hukum selainnya, ataupun merendah-rendah kebaikan dan kemampuan hukum-hakam Allah atau menghinanya. Ketika dia beriktikad atau melakukan perkara-perkara tersebut dia sedar bahawa hukum-hukum tersebut adalah hukum-hakam daripada Allah maka dia menjadi kafir yang terkeluar dari agama atau kufr akbar. Sekiranya dia tidak mengetahui hukum-hukum tersebut daripada Allah seperti dia begitu jahil al-Quran atau jahil as-Sunnah maka dia tidak termasuk dalam golongan yang kafir sehingga dia diberitahu bahawa hukum-hakam tersebut daripada Allah atau RasulNya. Sekiranya dia beterusan dengan sikapnya sedangkan penjelasan terang lagi nyata kepadanya maka dia kafir yang terkeluar dari agama.

Oleh itu golongan pemerintah juga tidak boleh menganggap enteng soal `akidah, ucapan dan tidak laku mereka dalam soal perlaksanaan syariat Islam. Perkara meremeh dan memandang rendah hukum-hakam syarak adalah tersangat bahaya. As-Syeikh Muhammad bin Abd al-Wahhab menyebut antara perkara yang membatalkan syahadah ialah:
(من اعتقد أن هدي غير النبي صلى الله عليه وسلم أكمل من هديه أو أن حكم غيره أحسن من من حكمه كالذين يفضلون حكم الطواغيت على حكمه فهو كافر)
Maksudnya: Sesiapa yang beriktikad bahawa petunjuk selain Nabi s.a.w. lebih sempurna daripada petunjuk baginda atau selain hukum selain hukum baginda lebih baik daripada hukum baginda seperti golongan yang mengutamakan hukum taghut melebihi hukum baginda maka dia adalah kafir".

Bahkan seperti kata Ibn Abi al-`Izz tadi, bahawa menganggap dirinya diberi pilihan samada menerima pakai atau menyampingkan hukum hakam Allah juga boleh membawa kepada kufr akbar كفر أكبر(kufr yang mengeluarkan seseorang dari agama). Di dalam Taisir Zi Jalal wa Ikram,تيسير ذي الجلال ولأكرام ketika memetik perkataan As-Syeikh Muhammad bin Ibrahim, iaitu: "Sekiranya seseorang pemerintah tidak menganggap hukuman selain dari hukum Allah lebih baik dari hukum Allah dan RasulNya tetapi dianggap ianya sama, ini adalah kufur yang mengeluarkannya dari agama kerana pada demikian itu menyamakan makhluk dengan Yang Maha Pencipta (Allah) (rujukan :Taisir Zi Jalal wa Ikram, Sa`ad bin Muhammad al-Qahtani, m.s. 61, ctk. Dar Isbelia, Saudi.)

Kedua: Kufr Asghar كفر أصغر
Sesiapa yang meninggalkan berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah namun dia tetap mengiktiraf kewajipannya untuk menerima pakai syariat Allah dan dia mengakui bahawa meninggalkan berhukum dengan syariat Allah adalah suatu kesalahan dan dosa. Dia meninggalkan berhukum dengan syariat mungkin disebabkan hawa nafsu atau kepentingan dunia yang dikejar seperti menjaga pangkat atau harta benda maka dia dianggap oleh para ulama `aqidah sebagai kafr asghar atau kufur kecil yang tidak mengeluarkannya dari daerah Islam sebaliknya adalah ahli maksiat dan penderhaka.

Ketiga: Tersalah Hukuman
Sesiapa yang telah berhukum dalam sesuatu perkara tidak berdasar hukum Allah disebab kejahilan yang tidak disengajakan. Ini seperti seseorang yang tidak tahu tentang hukum Allah dalam sesuatu perkara lalu dia berhukum tidak berdasarkan syariat Allah sedang dia senantiasa berusaha dan cuba memastikan agar hukuman yang dilaksanakannya menepati syariat. Disebabkan maklumat yang tidak cukup atau pengetahuan yang tidak sampai kepadanya walaupun dia telah berusaha untuk mengetahui hukum Allah mengenai perkara berkenaan maka hukuman yang dilaksanakannya tanpa disengajakan menyalahi syariat. Padahal, sekiranya dia tahu hukuman yang sebenar berdasarkan syariat tentu dia akan melaksanankannya. Kedudukan orang seperti seorang mujtahid yang tersalah ijtihad. Kesungguhan dan usaha untuk mengetahui hukuman yang sebenar diberikan apahala oleh Allah sementara kesalahan diampunkan kerana dia tidak sengaja dan telah berusaha.

Mempelajari Perundangan Bukan Islami
Perkara ini juga patut diberikan peringatan kepada para penuntut atau pelajar perundangan barat agar tujuan mereka dalam mempelajari perundangan barat atau perundangan yang tidak Islami itu tidak menyanggahi `aqidah. Sekiranya tujuan mereka mempelajarinya semata-mata sebagai suatu pengetahuan atau kerana ingin hendak dijadikan senjata dalam mempertahankan Islam maka ini ditidak menyanggahi syarak bahkan dia memperolehi pahala sekirannya tujuannya untuk mempertahankan Islam. Namun sekirannya mereka mempelajarinya untuk mengagungkannya atau menyanggap inilah perundangan yang terbaik atau setaraf dengan perundangan Islam atau diharuskan menerima sekalipun tidak menganggap lebih baik dari apa yang diturunkan Allah, maka ini sangat merbahaya kepada `aqidah mereka. Kata `Abd al-`Aziz `Abdillah bin al-Baz: "Sesiapa yang memepelajari undang-undang yang tidak Islam atau mengajarnya dalam keadaan dia menghalalkan berhukum dengannya, samada dia beriktikad syariat Islam lebih baik atau tidak, maka golongan ini adalah dengan ijma' muslimin kafir kufr akhbar. Ini kerana dia menghalakan berhukum dengan perundangan ciptaan manusia yang menyanggahi syariat Allah, dengan itu bereti dia menghalakan apa yang diketahui secara umum dalam agama sebagai haram. Ini sama dengan hukum sesiapa yang menghalakan zina, arak dan seumpamnya.(rujukan: Al-Takfir wa Hukm bi ghair ma Anzal Allah, m.s. 60, Ctk. Dar al-Ibn Khuzaimah, Saudi.)

Membezakan antara jenis dan peribadi
Ini adalah tajuk yang sangat penting akan tidak ada lagi golongan yang mudah tersasul dan melatah tanpa panduan ilmu. Para pendokong kebangkitan Islam hendaklah benar-benar tepat dalam meletakkan status terhadap golongan yang tidak melaksanakan syariat Islam. Ini agar kita tidak menjadi khawarijخوارج yang mudah mengkafir sesiapa sahaja di kalangan ahli maksiat dan tidak juga kita menjadi murjiah مرجئةyang membiarkan sesiapa sahaja melakukan maksiat.

Hendaklah diingat, bahawa adalah menjadi manhaj ahli as-Sunnah wa al-Jamaah, bahawa membezakan antara jenis dan peribadi.Walaupun disebut tentang pegangan, atau perbuatan atau perkataan yang boleh membawa kepada kufur, namun apabila tiba kepada persoalan mengkafir seseorang hendak dilihat dengan lebih teliti. Walaupun Ahli as-Sunnah menyatakan kufur pada perbuatan, perkataan atau iktikad tertentu namun ahli sunnah tidak terus menghukum pelakunya kafir. Ini kerana seseorang yang melakukan perkara-perkara yang menyebabkan kufur boleh jadi dalam keadaan jahil, atau disalah fahami maksudnya atau tidak sengaja atau tersasul. Tidak boleh dikafirkan seseorang melainkan benar-benar jelas dan tidak boleh ditafsirkan si pelakunya melainkan kufir. As-Syeikh Yusuf al-Qaradawi menyebut perkara ini dengan katanya: “Suatu perkara yang mesti diberi perhatian iaitu apa yang telah diputuskan oleh para `ulama muhaqqiqun mengenai wajibnya dibezakan antara peribadi dan jenis dalam isu takfir (mengkafirkan). Ini bermaksud, contohnya kita katakan “Golongan komunis itu kafir, atau para pemerintah sekular yang menolak hukum syarak itu kafir, atau sesiapa yang menyatakan sebegini atau menyeru kepada ini maka dia kafir. Ini semua adalah hukum pada jenis. Adapun apabila perkara ini berkait dengan peribadi seseorang, yang disandar kepada mereka itu dan ini, maka wajiblah diambil masa untuk dibuat kepastian dan kesabitan mengenai hakikat sebenar pendiriannya. Ini dengan cara menyoal atau berbincang dengannya sehingga ditegakkan hujjah, tiada lagi syubhat dan juga tiada lagi keuzuran untuknya. Perkara ini pernah disebut oleh Syeikh al-Islam Ibn Taimiyyah: Sesungguhnya perkataan boleh menyebabkan kufur. Secara umumnya dikafirkan penyucapnya. Dikatakan “Sesiapa yang mengucap begini maka dia kafir”. Tetapi peribadi berkenaan yang mengucapkannya tidak dihukum dengan kafir sehingga ditegakkan hujjah yang menjadi kuffur sesiapa yang meninggalkannya (meninggalkan berpegang dengan hujjah yang jelas-pen),” (rujukan:Zahirah al-Ghuluu fi Takfir, m.s. 26-27, ctk. Maktabah Wahbah, Mesir.

Al-Imam Hasan Al-Banna juga menjelaskan perkara ini dengan katanya: Kita tidak mengkafirkan seseorang muslim yang mengucapkan dua kalimah syahadah dan beramal dengan tuntutannya, hanya disebabkan pandangan peribadi atau sesuatu maksiat (yang dilakukan), kecuali dia mengakui kalimah kufur, atau menginkari perkara yang maklum di dalam agama ataupun mendustai sesuatu yang jelas dari al-Quran atau menafsirkan al-Quran dalam bentuk yang tidak dapat diterima pada uslub bahasa `arab sama sekali ataupun melakukan sesuatu perkara yang tidak boleh ditafsirkan melainkan kufur” (rujukan: Majmu’ ar-Rasail, Hasan al-Banna, m.s. 393, ctk. Dar ad-Da’wah, Mesir )

Golongan Islam yang berjuang di atas landasan `aqidah yang diajar oleh Ahl a-Sunnah hendak tidak tergopoh-gapah dalam mengkafirkan individu tertentu tanpa melalui kaedah yang telah ditentukan oleh manhaj yang benar ini. Bukan senang dan mudah untuk dikafirkan seseorang melainkan setelah begitu jelas kufurnya dan tidak boleh dibuat sebarang andaian lagi melainkan kafir.

Senin, 16 Februari 2009

10 Wasiat Hasan Al Bana

Imam Syahid Hasan Al-Banna merupakan seorang ulama Islam yang memiliki pengaruh besar di Abad ini. Gerakan dakwah Al-Ikhwanul Muslimin yang dipimpin beliau terbukti memberikan kontribusi besar bagi kebangkitan Umat Islam dari tidur mereka yang panjang. Sebagai qiyadah jamaah dakwah, Imam Hasan Al-Banna telah menjadikan gerakan dakwahnya sebagai sebuah organisasi yang dinamis dan aktif dalam melakukan perubahan di tengah-tengah umat di seluruh dunia. Karena fikrah ikhwaniyah yang dilontarkan Imam Syahid mudah diterima dan menjadi pegangan bagi para mujahid di seluruh medan dakwah.
Dalam mengarahkan para ikhwah untuk lebih giat berdakwah, Imam Syahid sering memberikan wejangan yang amat praktis dan mudah diamalkan. Di antaranya adalah yang dikenal sebagai 10 wasiat Hasan Al-Banna. Wejangan Imam Syahid yang sepuluh ini bersifat sederhana dan mudah dihafal. Layaknya seperti kiat-kiat aktifitas rutin harian yang setiap saat harus dihayati dan dilaksanakan oleh setiap anggota Jamaah Ikhwanul Muslimun. 10 Wasiat Imam Syahid adalah sebagai berikut ;
1. Bangunlah segera untuk melaksanakan sholat apabila mendengar adzan walau bagaimanapun keadaanmu.
2. Baca, telaah, dan dengarlah Al-Qur-an, berdzikirlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan janganlah engkau senang menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada faedahnya
3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa dan berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang percakapan karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
5. Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir) adalah tenang dan tenteram.
6. Jangan suka bergurau, karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus menerus.
7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal itu akan mengganggu dan menyakiti.
8. Jauhilah ghibah (menggunjing) atau menyakiti hati orang lain dalam bentuk apa pun dan janganlah berbicara kecuali yang baik.
9. Berkenalanlah dengan saudaramu yang engkau temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan taawun (kerjasama).
10. Pekerjaan rumah (PR) kita sebenarnya lebih bertumpuk daripada waktu yang tersedia, maka tolonglah saudaramu untuk memanfaatkan waktunya dan apabila kalian mempunyai keperluan maka sederhanakan dan cepatlah diselesaikan.

Bagi para aktivis dakwah sepuluh wasiat bagaikan resep yang sangat manjur untuk mengobati penyakit yang terdapat dalam hati mereka. Hal ini telah teruji sepanjang perjalanan dakwah Ikhwan sejak dikumandangkan oleh Imam Syahid sampai ke masa kita sekarang ini. Wasiat Imam Syahid merupakan rangkuman pemahaman beliau terhadap kandungan Al-Qur-an dan Sunnah yang semestinya mendapat prioritas utama dalam pengamalannya…. Berikut ini penjelasan lebih lanjut dari perintah harian Imam Syahid Hasan Al-Banna.

Wasiat Pertama: Bangunlah segera untuk melaksanakan sholat apabila mendengar adzan walau bagaimanapun keadaanmu.
Wasiat ini mengandung perintah agar setiap Al-akh mendahulukan sholat lima waktu dari perkara lainnya. Karena sholat di awal waktu merupakan amal Islam yang paling utama sebagaimana dikemukakan Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam ketika ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah amal yang paling utama ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sholat pada waktunya”. Wasiat ini juga mengharuskan jamaah ikhwan untuk selalu menanti waktu-waktu sholat. Akan lebih utama bila seorang akh itu selalu dalam keadaan berwudlu beberapa saat sebelum adzan berkumandang sehingga dia dengan segera dapat mendatangi masjid dan sholat berjamaah. Al-Akh tidak boleh memprioritaskan hal lain selain dari waktu sholat ini.

Wasiat Kedua: Baca, telaah, dan dengarlah Al-Qur-an berdzikirlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan janganlah engkau senang menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada faedahnya.
Setiap akh diwajibkan untuk selalu berinteraksi dengan Kitabullah Al-Qur-an. Mereka wajib membacanya di mana ada kesempatan. Di setiap pertemuan yang diselenggarakan ikhwah hendaknya dimulai dengan membaca Al-Qur-an. Selain itu ikhwah juga diminta untuk menelaah atau mentadabburkan isi Kitabullah sesering mungkin. Ini bisa dilakukan dengan membaca Kitab-kitab tafsir atau buku-buku Manhaj Islam yang menguraikan nilai-nilai Al-Qur-an. Bukankah Nabi mengatakan bahwa sebaik-baik ummat beliau adalah yang memperlajari dan mengajarkan Al-Qur-an. Imam Syahid juga mengingatkan agar waktu dimanfaatkan untuk berdzikir dalam segala keadaan. Surat-surat tertentu dan ayat-ayat pilihan biasa dapat dibaca dalam berbagai keadaan. Disamping itu ada bacaan-bacaan dzikir seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan hauqallah yang sangat penting dilakukan dalam setiap keadaan ikhwah… Misalnya ketika berkendaraan, menunggu sesuatu, atau tengah diam… Ikhwah hendaknya tidak menyia-nyiakan waktu bagi hal-hal yang tidak bermanfaat karena di antara ciri orang-orang mukmin adalah “Alladzina hum anillaghwi mu’ridhuun” (Orang-orang yang menghindarkan diri dari perkataan atau perbuatan yang tidak ada manfaatnya.

Wasiat Ketiga: Bersungguh-sungguhlah untuk bisa dan berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih
Setiap akh diwajibkan belajar Bahasa Arab fushah (baku) dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Beliau mewajibkan hal ini karena Bahasa Arab merupakan salah satu syiar dakwah Islam. Bahasa Arab itu bahasa Al-Qur-an dan bahasa Ahlul Jannah (Ahli Syurga). Di antara sumber kekuatan ummat Islam adalah persatuan mereka yang bersifat mendunia. Kunci persatuan adalah kemampuan berkomunikasi cepat, dengan bahasa yang merupakan warisan Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya. Sementara itu orang-orang di luar Islam berusaha sekuat tenaga menjauhkan Ummat Islam dari bahasa induk mereka. Mereka mempopulerkan bahasa Inggris dan menyatakan bahwa bahasa Arab itu terbelakang. Mereka bahkan ingin ummat Islam tak lagi mampu membaca Al-Quranul Karim atau memahami kandungan maknanya ketika membaca Al-Qur-an tersebut.

Wasiat Keempat: Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang percakapan karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.

Imam Syahid mengingatkan para ikhwah untuk menjauhi perdebatan dan berdiskusi tentang hal-hal yang tak perlu. Ikhwah dianjurkan banyak bicara tetapi tentang hal-hal yang penting atau mendesak untuk dibicarakan… Perdebatan selamanya hanya melukai orang yang didebat karena setiap orang selalu berusaha mempertahankan pendapatnya kendati salah. Al-Qur-an sendiri mengingatkan kita dari bicara serampangan karena syaitan itu memecah belah manusia dari perkataan yang buruk. (S. Al-Isra: 53)

Wasiat Kelima: Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir) adalah tenang dan tenteram.

Imam Syahid melarang para ikhwah banyak tertawa untuk memelihara dan menjaga kesucian hati mereka agar selalu berdzikir kepada Allah... Banyak tertawa bisa timbul karena ada yang membanyol, atau menceritakan sesuatu yang membuat orang-orang tertawa terbahak-bahak. Biasanya tidak jauh dari mengejek dan menghina orang lain baik secara langsung atau tidak. Karena itulah Al-Imam mengingatkan bahaya orang-orang yang banyak tertawa dan sedikit menangis.

Wasiat Keenam: Jangan suka bergurau, karena ummat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus menerus.

Imam Syahid Hasan Al-Banna juga melarang para ikhwah banyak bercanda atau membanyol yang membuat orang lain tertawa baik dengan ucapan, cerita, atau tingkah laku yang lucu. Beliau menyatakan bahwa sikap pejuang Islam adalah bersungguh-sungguh atau serius sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur-an S. Al-Ankabuut ayat 69

Wasiat Ketujuh: Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal itu akan mengganggu dan menyakiti.

Imam Syahid Hasan Al-Banna mengingatkan para ikhwah agar memperhatikan adab berbicara di antaranya dengan merendahkan suara dari segi volume dan merendahkan hati dari segi isi pembicaraan. Islam memerintahkan ummatnya untuk memiliki kelembutan hati dan hal itu dimulai dari kelembutan dalam berbicara atau berdialog.

Wasiat Kedelapan: Jauhilah ghibah (menggunjing) atau menyakiti hati orang lain dalam bentuk apa pun dan janganlah berbicara kecuali yang baik.

Dalam wasiat ini Imam Syahid mengingatkan agar para ikhwah tidak menggunjingkan orang lain. Bergunjing adalah membicarakan sesuatu tentang orang lain yang tidak disukai orang tersebut bila dia mendengar pernyataan itu. Bergunjing adalah larangan keras dalam berbicara. Oleh Al-Qur-an orang yang suka menggunjing disamakan dengan orang yang memakan daging saudaranya sendiri. ( S. Al-Hujaraat 12.)

Wasiat Kesembilan; Berkenalanlah dengan saudaramu yang engkau temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan taawun (kerjasama).

Imam Syahid menekankan bahwa prinsip dakwah Islam sejati adalah saling berkenalan. Pepatah mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang”. Allah telah menciptakan manusia berjenis-jenis suku bangsa dan bahasanya, beraneka ragam latarbelakang hidupnya agar mereka saling kenal mengenal (Al Hujarat: 13). Untuk meraih hati orang lain pada langkah pertama adalah dengan memperkenalkan diri dan mengenal orang lain. Dengan perkenalan itu maka jembatan antara hati kita dengan hatinya sudah tersambung… Setelah itu potensi untuk saling tolong menolong dan bekerjasama akan terbuka.

Wasiat Kesepuluh : Pekerjaan rumah (PR) kita sebenarnya lebih bertumpuk daripada waktu yang tersedia, maka tolonglah saudaramu untuk memanfaatkan waktunya dan apabila kalian mempunyai keperluan maka sederhanakan dan cepatlah diselesaikan.

Imam Syahid mengingatkan bahwa tugas para ikhwah yaitu agenda dakwah sangat banyak. Bahkan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Umur dakwah ini lebih panjang dari umur para juru dakwah itu sendiri. Mereka tidak boleh menunda-nunda pekerjaan yang sudah ada di depan mata, disebabkan pekerjaan lain akan segera menyusul… Karenanya ikhwah harus bekerja sama untuk saling memudahkan pekerjaan mereka, sebagaimana sering dikemukakan Rasulullah saw., “Permudahlah dan jangan dipersulit”. Dalam gerakan dakwah kita harus saling melayani dan membantu mempermudah urusan saudara kita sehingga pekerjaan dakwah akan menjadi ringan dan menyenangkan.
Wallahu a’lam